Saat tiba-tiba anak menangis biasanya orangtua akan panik dan buru-buru untuk
mendiamkan anak, bahkan banyak orangtua yang terpancing emosi sehingga
mendiamkan anak yang menangis secara paksa, misalnya dengan membentak si kecil
untuk segera menghentikan tangisannya.
Hal yang disayangkan banyak orangtua langsung `alergi` saat anak menangis,
padahal menangis adalah hal yang wajar untuk dialami setiap anak sebagai
bagian dari proses tumbuh-kembangnya. Memberikan ‘kesempatan’ anak untuk
menangis sama dengan berempati dan menunjukkan rasa pengertian.
Berikut dampak buruk suka menghentikan tangisan anak secara paksa:
1. Anak Beresiko Gagap di Kemudian Hari
Orangtua perlu berpikir ulang dari tindakan sering memaksa anak berhenti
menangis, karena beresiko membuat anak menjadi gagap. Para ahli menjelaskan
bahwa gagap dapat terjadi karena trauma yang dialami saat masa kecil, saat
seorang anak kecil menangis sesenggukan tapi dipaksa berhenti oleh orangtuanya
(bahkan dengan ancaman) maka tangis anak langsung tertahan. Jika hal ini
sering terjadi maka lama-kelamaan akan memengaruhi anak dan membuatnya jadi
gagap.
Gagap bisa terjadi saat memulai berbicara dan ada juga yang terjadi saat mau
mengakhiri satu kata/kalimat. Sebenarnya ada banyak faktornya, tapi salah satu
penyebab gagap yaitu adanya gangguan pada saraf atau bagian otak yang
mengendalikan kemampuan berbicara, selain itu risiko seorang anak menjadi
gagap dapat meningkat jika ia sering stres, seperti akibat terlalu banyak
tugas menumpuk yang harus dikerjakan, mengalami bullying dari teman-temannya
dan semacamnya.
2. Terhambatnya Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak
Anak tentunya memiliki alasan mengapa ia menangis. Psikolog menjelaskan bahwa
saat orangtua terus-menerus meminta anak berhenti menangis, itu sama saja
dengan menekan emosi anak, dimana seakan-akan mengatakan kepada anak bahwa
dirinya tidak boleh merasakan sesuatu, hal ini bisa sangat buruk terhadap
perasaan anak dan perkembangan kecerdasan emosionalnya.
Para orangtua harus menyadari bahwa saat anak-anak menangis, itu berarti
mereka sedang berekspresi dan mengeluarkan perasaannya, dimana anak sedang
membangun keterampilan sosial-emosionalnya, maka orangtua jangan merusaknya.
3. Memicu Prilaku Tantrum
Anak bisa menjadi tantrum (suka mengamuk) seringkali karena kesalahan dari
orangtua itu sendiri. Kondisi anak yang sedang merasakan kesedihan tapi malah
dilarang menangis, perlu diketahui bahwa anak kecil masih belum bisa memproses
emosinya, dan hal ini bisa membuatnya kebingungan.
Anak merasakan sakit dan kesedihan di hatinya sehingga ingin mengekspresikan
perasaannya, larangan dari orangtuanya berupa tidak boleh menangis menyebabkan
anak mencoba untuk mengekspresikan perasannya dengan cara lain. Diantaranya
dengan cara marah, teriak-teriak, melempar benda, menendang-nendangkan kakinya
dll.
Anak harus mengekpresikan atau melepaskan perasannya agar perasaannya menjadi
lega, kewajiban orangtua adalah membantu anak untuk bisa mengekspresikan
perasannya. Kesalahan orangtua yang suka memaksa anak berhenti menangis bisa
menyebabkan anak menjadi tantrum. Penelitian menunjukan bahwa cara terbaik dan
tersehat untuk meluapkan perasaan dan membuat perasaan menjadi lega adalah
dengan cara menangis, ini berlaku untuk anak-anak maupun orang dewasa.
4. Anak Menjadi Takut Menunjukan Perasaannya
Menangis merupakan cara seseorang berkomunikasi lewat ekspresinya. Jika anak
menangis malah dipaksa berhenti atau bahkan dimarahi, bukankah ini berarti
melarang anak untuk menunjukkan perasaan yang sedang dialaminya?
Dampaknya dari larangan tersebut menyebabkan anak bakal kesulitan dan truma
untuk menunjukan perasannya. Psikolog menjelaskan bahwa menangis adalah hal
yang wajar dan tidak boleh dihindari, termasuk tidak boleh memaksa anak
berhenti menangis karena memengaruhi perkembangan mentalnya, anak menangis itu
wajar karena itu adalah luapan emosi yang harus dikeluarkan.
5. Menurunkan Kepercayaan Diri Anak
Saat orangtua melarang anak untuk mengekspresikan perasaannya, dampaknya bisa
menurunkan rasa percaya diri si Kecil. Padahal anak perlu membangun
kepercayaan diri sebagai bekal saat dewasa nanti. Selain itu juga
dikhawatirkan membentuk karakter anak menjadi penakut dan tidak berani
mencoba, ini akan membuatnya kesulitan untuk sukses di masa depan.
6. Anak Menjadi Sulit Berempati
Saat anak sering dipaksa berhenti menangis sehingga ia tidak bisa
mengekspresikan perasaannya, dia akan melakukan hal yang sama pada orang lain.
Dampaknya anak kehilangan rasa empati, misalnya tidak peduli saat melihat
temannya sedih dll.
7. Anak Merasa Perasaannya Adalah Sesuatu yang Salah
Akibat sering dipaksa berhenti menangis, anak akan merasa bahwa emosi yang ia
rasakan adalah sesuatu yang salah, dampaknya juga anak menjadi suka memendam
perasaannya.
8. Anak merasa dirinya disepelekan, hal ini akan memupuk perasaan kecewa dan
kebencian di dalam hatinya.
9. Menyuruh anak berhenti menangis sama saja dengan meminta anak untuk
mengubur emosi yang dirasakannya.
10. Menyuruh anak berhenti menangis sama saja dengan memberitahu anak bahwa
dirinya tidak boleh mengungkapkan apa yang dirasakannya.
11. Menyuruh anak berhenti menangis seakan-akan memberitahu anak bahwa masalah
dan perasaannya tidak penting. Kesalahan orangtua yang seperti ini dapat
membahayakan kejiwaan dan kesehatan mental anak.
12. Meningkatkan resiko anak terkena depresi, khususnya saat masa dewasanya
kelak.
Penutup
Banyak orang mengira bahwa ekspresi kegembiraan seperti tertawa adalah contoh
dari emosi baik. Adapun sedih dan menangis dianggap sebagai emosi yang buruk.
Akibatnya banyak orangtua yang buru-buru menghentikan tangisan anak, karena
pola pikirnya menganggap menangis adalah sesuatu yang sangat buruk.
Sayangnya, saat orangtua melarang anak menangis, itu sama saja dengan membuat
anak berhenti untuk mengungkapkan perasannya. Bahkan larangan tersebut akan
membawa pesan tersendiri kepada anak yaitu perasaan sedih dan menangis adalah
sesuatu yang salah alias tidak boleh sampai dirasakan. Padahal, penelitian
menunjukan bahwa menahan ekspresi perasaan, rasa sedih dan tangisan dapat
menghambat perkembangan emosional anak.
Orangtua juga harus tahu bahwa anak-anak adalah makhluk yang polos dan belum
bisa memiliki kematangan pemahaman seperti halnya orang dewasa. Di dunia
anak-anak, kehilangan mainan kesayangan adalah musibah besar dan tragis.
Sekalipun kita tidak melihatnya sebagai masalah besar, tapi kita harus
menunjukkan kepada anak bahwa kita peduli dengan kesedihan dan rasa
kehilangannya.
Menangis memberikan banyak manfaat untuk kesehatan tubuh dan mental. Saat
menangis, tubuh akan mengeluarkan hormon stres dan zat sisa lewat cairan air
mata, faktor ini yang menyebabkan seseorang merasa lebih lega dan rasa
stresnya mereda setelah menangis. Selain itu, air mata yang keluar dapat
membersihkan kotoran (seperti debu dan serpihan) menuju keluar dari dalam
tubuh sehingga tubuh terhindar dari infeksi.
Beberapa tips bagi orangtua saat menghadapi anak yang sedang menangis:
- Biarkan anak menangis dengan leluasa, berikan rasa nyaman untuknya dan jangan ditatapi dengan risih.
- Tetap berada di dekat anak agar ia tahu bahwa tidak apa-apa untuk menangis, berikan kesan bahwa Anda bersimpati dan selalu ada untuknya.
- Bantu anak untuk bisa memahami apa yang dirasakannya, jelaskan bahwa apa yang dirasakannya itu tidak salah dan hal yang wajar.
- Setelah beberapa saat anak menangis hingga akhirnya mereda, bicarakan tentang bagaimana perasaannya sekarang. Lalu bantu anak untuk mengatasi penyebab atau pemicu ia menangis.
Tulisan Terkait: