Terkadang orangtua lepas kendali sehingga dengan mudahnya membentak anak,
bahkan lebih parah lagi memukul anak. Melakukan tindakan agresif pada anak
adalah hal yang sangat tidak dibenarkan, apalagi jika kesalahan yang diperbuat
anak merupakan kesalahan sepele.
Menangani kesalahan atau perilaku buruk anak yaitu dengan berbicara dari hati
ke hati, ini cara paling efektif, sehingga sebisa mungkin hindari
cara-cara agresif dalam mendidik anak. Para ahli menjelaskan
bahwa memarahi atau bahkan sampai memukul anak dapat menyebabkan gangguan
kesehatan mental pada anak, termasuk melunturkan sifat empati di dalam diri
anak.
Cara Menjaga Emosi Saat Mendisiplinkan Anak
Penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang sering dibentak oleh orangtua
berisiko besar mengalami gangguan perilaku dan rasa percaya diri yang rendah
di kemudian hari. Sehingga orangtua sudah seharusnya menjaga tindakan dan
emosinya terhadap anak.
Saat orangtua merasa emosi terhadap anak, cobalah mengingat-ingat dan
visualisasikan kembali si anak saat dulu masih bayi dan balita, bayangkan
betapa menggemaskannya ia saat masih bayi dulu, dengan melakukan sugesti ini
dapat meredakan emosi orangtua.
Cara mengontrol emosi saat marah pada anak. Sebisa mungkin orangtua tidak terpancing emosi. Hal yang wajar
memang jika orangtua merasa kesal dengan prilaku buruk anak, tapi jangan
terus-terusan dipikirkan karena rasa kesal tersebut nantinya bisa berkembang
menjadi kemarahan yang meledak-ledak. Para ahli menjelaskan bahwa saat
orangtua mulai merasa emosi hendaknya segera mengambil waktu untuk
beristirahat.
Kemarahan atau emosi biasanya hanya berlangsung beberapa saat saja, biasanya
setelah itu Anda mulai lelah (karena perasaan emosi) dan kemudian jiwa mulai
terasa lebih tenang dan pikiran lebih jernih. Dengan begitu biasakan saat
merasakan emosi segera duduk atau rebahan sementara.
Selain itu, dengan selalu tenang menghadapi setiap perilaku anak, orangtua
akan dapat lebih mudah dalam memahami anak. Orangtua sebaiknya menenangkan
diri dulu sebelum berkata apapun terhadap anak.
Penting selalu diingat, yang namanya anak-anak tentu masih wajar kalau
melakukan kesalahan, hal ini karena usia anak-anak memang sedang dalam masa
belajar batasan perilaku, dimana anak masih kesulitan dalam membedakan mana
yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak boleh.
Sebelum marah, orangtua harus berpikir terlebih dahulu
“Apakah benar-benar harus marah?”, coba tanyakan hal itu ke diri
sendiri. Hal itu karena seringkali orangtua marah ke anak karena kesalahan
sepele yang diperbuat anak, dengan kata lain marah yang tidak perlu.
Sebuah kesalahan fatal jika orangtua bermudah-mudahan untuk memarahi anak, apalagi jika marahnya setiap jam. Padahal, pada dasarnya kemarahan adalah hal yang harus dihindari orangtua. Sehingga, sangat penting bagi orangtua untuk bisa mengontrol emosi dalam menghadapi perilaku anak.
Orangtua perlu terlebih dahulu menetapkan batasan-batasan
perilaku mana yang harus ditindak tegas, mana yang masih bisa ditolerir dan
mana yang masih bisa dibicarakan pelan-pelan. Tidak semua kenakalan anak
direspon dengan cara keras seperti memarahi, menghukum, lebih parah lagi
memukul.
Kalaupun anak berulah, maka hal pertama yang perlu dilakukan orangtua
adalah menenangkan diri,
hindari luapan emosi dengan membuat diri serileks mungkin, misalnya dengan
cara menarik napas dalam-dalam secara perlahan, lalu hembuskan, ulangi
sebanyak 2-3 kali. Lalu bisa juga untuk sementara waktu pergi menjauh dulu
dari anak, misalnya ke kamar atau teras rumah. Setelah lebih tenang barulah
mengajak anak bicara.
Orangtua juga perlu mengendalikan cara bicara. Para ahli menjelaskan
bahwa semakin tenang seseorang berbicara, maka semakin mudah untuknya
menenangkan perasaan dan menahan emosi. Demikian sebaliknya, suka mengucapkan
kata-kata kasar dan makian menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengatur
emosi, dampaknya amarah menjadi tak terkontrol dan mudah terpancing emosi.
Cobalah biasakan mengucapkan perkataan dengan lembut, berbicara dengan
sehangat mungkin. Semakin sering dilatih dan dibiasakan maka sangat membantu
Anda dalam menguasai diri.
Biasanya kondisi orangtua yang sedang bad mood, banyak pikiran atau bahkan
stres, menjadi penyebab orangtua kesulitan mengontrol emosi terhadap anak,
sehingga orangtua perlu melakukan ‘terapi’ pada diri sendiri untuk memperbaiki
suasana hati.
Misalnya dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan membuat rileks,
lakukan hal yang disukai seperti bersepeda, berkebun, jalan-jalan, dll.
Nantinya ini bisa membuat tubuh menghasilkan hormon dopamin (hormon yang
memunculkan perasaan bahagia) sehingga tubuh dan pikiran bisa lebih rileks.
Selain itu untuk menghindari stres maka jangan suka terjebak pada kejadian
yang telah lalu, apalagi jika kejadian itu membuat Anda sedih dan galau. Lebih
baik Anda fokus untuk menjalani aktivitas saat ini.
Juga terapkan pola hidup sehat seperti tidur yang cukup, hindari begadang,
konsumsi asupan sehat, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol,
dan berolahraga secara rutin. Anda tidak perlu berolahraga berat, cukup
melakukan olahraga sederhana seperti jalan santai atau bersepeda maka dapat
memunculkan perasaan bahagia.
Jika orangtua memiliki perasaan bahagia, ini sangat membantu untuk
menghilangkan sifat tempramental. Selain itu saat orangtua merasa bahagia,
maka perasaan bahagia tersebut dapat menular ke anak.
Saat sedang kesal pada anak, coba sementara waktu jaga jarak dengan
anak, misalnya pergi ke teras rumah untuk menghirup udara segar. Hindari sebisa
mungkin adu mulut dengan anak karena hanya membuat situasi semakin buruk.
Anak yang berprilaku buruk bikin orang tua jengkel, tapi cobalah mengendalikan
emosi. Tersenyum ampuh membuat jiwa lebih tenang. Lalu
bisa juga menarik napas dalam-dalam. Cobalah memahami anak, orangtua perlu
mengetahui bahwa sifat agresif merupakan bagian yang normal dari perkembangan
anak, ini bisanya terjadi karena keterampilan berkomunikasi anak belum sempurna
sehingga menggunakan tindakan agresif untuk mengungkapkan perasaannya.
Anak berperilaku buruk memang menjengkelkan, tapi coba pikirkan bahwa
mereka sedang dalam proses belajar. Sehingga dapat diketahui bahwa
kemampuannya dalam melakukan sesuatu tentu berbeda dengan para orang dewasa
yang sudah banyak pengalaman.
Orangtua perlu mencari cara efektif mengajari anak disiplin tanpa perlu emosi,
disiplin adalah suatu proses pengajaran, bukan hukuman dan tidak bisa
terbentuk secara instan, sehingga kunci dalam mengajari disiplin adalah sabar
dan konsistensi. Yang perlu orangtua lakukan adalah mengenalkan konsekuensi
pada anak, buatlah anak menyadari bahwa pada setiap tindakannya akan ada
akibatnya.
Buat konsekuensi menggunakan pendekatan sesuai dengan usia dan kesukannya.
Misalnya mengatakan pada anak
“Kalau kamu memukul dan menendang lagi, kamu tidak boleh main mobil-mobilan
bersama kakak". Biasakan untuk melakukan hal ini, sehingga anak sejak dini dapat memahami
bahwa dalam setiap tindakannya ada konsekuensi.
Pemahaman konsekuensi pada anak juga secara tidak langsung mengajarkan anak
untuk memahami apa yang baik dan tidak baik. Seringkali anak belum memahami bahwa memukul adalah perilaku buruk. Anak masih kesulitan membedakan mana perilaku baik dan buruk.
Selalu ingat bahwa orangtua mudah emosi bisa berdampak buruk pada karakter
anak. Menegur ketika anak melakukan sesuatu yang keliru memang hal yang bagus, tapi
selalu mengedepankan emosi sebagai cara menegur justru apa yang orangtua
inginkan tidak akan tersampaikan pada anak.
Kemarahan yang sering dilampiaskan
pada anak akan berdampak pada perkembangan dan karakter anak nantinya. Diantaranya anak yang sering dimarahi akan tumbuh menjadi pribadi yang rendah
diri, minder, tidak percaya diri dan menutup diri. Bahkan sebaliknya, anak bisa menjadi pribadi yang pemberontak, kurang rasa empati dan temperamental.
Orangtua yang punya sifat emosional bisa menurun pada anak, sehingga anak
nantinya juga menjadi pribadi yang tempramental, emosional atau kasar dalam
berkata maupun berbuat.
Adapun jika orangtua bisa mengontrol diri untuk tidak
mudah emosi dan mengedepankan sikap lembut pada anak. Hal ini pada gilirannya membuat anak tumbuh lebih bahagia, yang
nantinya berdampak positif pada setiap hal kehidupannya, termasuk prestasinya
di sekolah yang menjadi lebih baik.
Baca Juga: