Nama : Sultan Hasanuddin
Nama Asli : I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe
Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar 12 Juni 1670
Orang Tua: Sultan Malikussaid & I Sabbe To’mo Lakuntu
Sultan Hasanuddin lahir pada tanggal 12 Januari 1631 dan meninggal
tanggal 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun. Sultan Hasanuddin adalah anak
dari Raja Gowa ke-15, Sultan Muhammad Said (Malikussaid). Sultan Hasanuddin
memerintah Kerajaan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669.
Saat itu, Kerajaan Islam Gowa termasuk kerajaan besar di wilayah timur
nusantara, karena pengaruhnya yang kuat dan menguasai jalur perdagangan.
Terlahir dengan nama Muhammad Bakir, Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16
dan dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia diangkat sebagai
Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6
November 1973.
Sultan Hasanuddin lahir dari keluarga kerajaan. Ayahnya merupakan raja Gowa
ke-15 dan Ibunya termasuk dalam keluarga bangsawan, adapun kakeknya merupakan
raja generasi sebelumnya. Kakek Sultan Hasanuddin bernama Sultan Alauddin
merupakan raja ke-14, dia meninggal saat Sultan Hasanuddin berusia 8 tahun.
Kakeknya meninggal setelah memimpin Kerajaan Gowa selama 46 tahun.
Ibu Sultan Hasanuddin adalah putri dari bangsawan Laikang. Sultan Hasanuddin
memiliki adik perempuan yang bernama I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto
Je’ne.
Sultan Hasanuddin sejak kecil sudah terlihat mempunyai jiwa kepemimpinan.
Sebelum diangkat menjadi Sultan, orang-orang sudah mengenalkan sebagai sosok
yang cerdas dan pandai berdagang, dimana ia memiliki jaringan dagang yang luas
meliputi orang lokal maupun orang asing.
Selain cerdas dan pandai berdagang, Sultan Hasanuddin sejak kecil sudah
diajarkan ilmu agama, sehingga dirinya memahami ajaran Islam dengan sangat
baik. Menjadi sosok yang cerdas, Hasanuddin muda sering diajak untuk
menghadiri pertemuan penting urusan kerajaan, sang ayah mengharapkan
Hasanuddin bisa menguasai ilmu strategi perang dan diplomasi.
Hasanuddin muda dikenal punya kemampuan diplomasi yang baik, sehingga dirinya
beberapa kali dikirim pihak kerajaan sebagai delegasi untuk bernegoisasi
menuju kerajaan-kerajaan lain. Saat berusia 21 tahun, dia dibebankan jabatan
dalam bidang pertahanan Gowa.
Terdapat dua versi mengenai kapan Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja,
versi pertama menyebutkan diangkat pada usia 24 tahun (tahun 1655), versi
kedua menyebutkan diangkat pada usia 22 tahun.
Karena keberaniannya berjuang melawan penjajah Belanda, ia dijuluki De
Haantjes van Het Osten oleh Belanda sendiri, itu artinya Ayam Jantan dari
Timur. Akhir perjuangan Sultan Hasanuddin adalah saat pasukannya ditaklukkan
oleh pasukan VOC pimpinan Gubernur Belanda Cornelis Speelman bersama
sekutunya.
Saat itu Belanda bersekutu dengan para raja yang ada di Makassar dan
sekitarnya. Belanda maupun kerajaan lokal bekerja sama untuk menggempur
pasukan Sultan Hasanudin. Itu adalah salah satu strategi Belanda yang paling
populer, yaitu melaukan politik adu domba atau politik pecah belah (devide et
impera).
Perjuangan Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin menjadi pemimpin saat itu yang dengan berani menentang
Belanda, perjuangan kerasnya cukup merepotkan dan membuat kelimpungan Belanda.
Sultan Hasanuddin berjuangan melalui kekuatan maupun pemikiran untuk melawan
penjajah Belanda.
Keberaniannya untuk menentang kebijakan monopoli perdagangan yang diinginkan
Belanda, cukup membuat pihak Belanda terkejut. Sultan Hasanuddin juga punya
peran besar untuk menyatukan beberapa kerajaan kecil di Gowa, bersatu untuk
menggagalkan upaya Belanda menguasai Kerajaan Gowa.
Keberadaan Belanda benar-benar mencekik rakyat dan menjengkelkan para
bangsawan, termasuk Sultan Hasanuddin. Pada pertengahan abad ke-17, Kompeni
Belanda (VOC) ingin menguasai perekonomian nusantara, sehingga sudah pasti
segala cara akan dilakukan agar bisa memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Sulawesi, tentu keserakahan Belanda tersebut sangat tidak disukai rakyat
Maluku.
Beberapa tindakan Belanda yang membuat kesal rakyat dan para bangsawan Maluku,
seperti memaksa orang-orang Maluku untuk menjual dengan harga yang ditetapkan
oleh Belanda (harga murah), bahkan Belanda dengan seenaknya berusaha mengatur
besaran produksi rempah-rempah.
Tentu tindakan-tindakan Belanda ditolak keras oleh Sultan Hasanuddin. Pihak
kompeni Belanda benar-benar tergiur dengan besarnya keuntungan di negeri yang
dikunjunginya itu sehingga berhasrat untuk menguasainya. Maka satu-satunya isi
pikiran para petinggi kompeni Belanda adalah merencanakan invasi militer.
Belanda menganggap Kerajaan Gowa dan Sultan Hasanuddin adalah halangan bagi
mereka, selain itu saat itu orang-orang dari Makassar bisa leluasa membeli
rempah-rempah di Maluku. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan
Gowa mengalami masa puncak kejayaan. Kerajaan Gowa salah satu kerajaan besar
di kawasan timur nusantara yang memiliki jalur utama perdagangan
rempah-rempah. Disaat bersamaan, kompeni Belanda berhasrat untuk menguasai
jalur perdagangan rempah-rempah milik Kerajaan Gowa.
Sejak kedatangannya, Belanda selalu berbuat masalah dengan Kerajaan Gowa,
kedatangannya tidak disambut baik oleh rakyat dan bangasawan setempat, itu
sudah sejak masa kepemimpinan Sultan Alauddin. Pihak Kerajaan Gowa menolak
keras upaya kompeni Belanda untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Tidak ada cara lain bagi Belanda selain menghancurkan Kesultanan Gowa untuk
memonopoli jalur perdagangan rempah-rempah. Disaat yang bersamaan, Kesultanan
Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin mencapai puncak kejayaannya,
Sultan Hasanuddin berhasil menyatukan banyak kerajaan kecil di sekitar Gowa,
dengan bersatu dibawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin sehingga menjadi
kekuatan besar.
Sehingga Belanda memandang Sultan Hasanuddin sebagai mimpi buruk yang akan
menggagalkan upayanya, sebab Sultan Hasanuddin berhasil menyatukan kekuatan
maka menjadi sulit bagi Belanda menguasai wilayah strategis itu.
Peperangan antara Kesultanan Gowa menghadang invasi Belanda terjadi pada tahun
1660. Hingga tahun 1666 Belanda melakukan segala cara untuk menghancurkan
Kerajaan Gowa, tapi belum juga berhasil. Disebutkan bahwa Kerajaan Gowa punya
pertahanan yang kuat, seperti benteng Somba Opu yang sangat sulit ditembus.
Selain itu Kerajaan Gowa memiliki armada laut yang tangguh.
Hanya saja Belanda terus-terusan melakukan serangan yang membuat pasukan
Sultan Hasanuddin menjadi sangat kelelahan karena bertahun-tahun bertempur.
Bahkan Belanda mengiming-imingi kerajaan lokal agar mau bekerja sama, sehingga
Sultan Hasanuddin tidak hanya bertempur melawan Belanda, tapi juga melawan
para penghinat yang bekerja sama dengan Belanda.
Penandatanganan Perjanjian Bungaya
Sultan Hasanuddin terus berjuang melawan Belanda sekalipun dalam keadaan sulit
dan terdesak, serta banyaknya tetangga-tetangga dari Kerajaan Gowa yang justru
memihak penjajah Belanda. Pertempuran terus berlangsung, hingga pada tahun
1667 pihak Kerajaan Gowa melalui Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani
Perjanjian Bungaya, karena pertempuran yang tak ada ujungnya serta banyaknya
musuh dan penghianat dimana-mana.
Tentu saja isi dari Perjanjian Bungaya berat sebelah karena sangat
menguntungkan Belanda dan merugikan pihak Kerajaan Gowa. Akhirnya rakyat Gowa
kembali melakukan perjuangan yang tak kenal lelah, pertempuran terus terjadi
pada tahun 1669. Belanda yang memang sangat ingin menghancurkan Kerajaan Gowa
dan Sultan Hasanuddin, kembali punya asalan kuat untuk melancarkan serangan
secara beringas guna menundukan pertahanan Benteng Somba Opu.
Hingga akhirnya Belanda berhasil menundukan Benteng Somba Opu, Kerajaan Gowa
menjadi semakin terdesak, hingga akhirnya pada Juni 1670 Sultan Hasanuddin
wafat dengan meninggalkan sejarah perjuangan yang panjang.
Arung Palaka Si Penghianat. Leluasanya Belanda untuk berperang melawan
Kerajaan Gowa, tidak lepas dari peranan Arung Palaka yang berkhianat, bekerja
sama dengan pihak Belanda, serta memberikan akses dan membantu Belanda
menginvasi Kerajaan Gowa.
Dalam sejarah perjuangan Kerajaan Gowa dan Sultan Hasanuddin, Arung Palaka
menjadi salah satu tokoh terkenal yang membantu Belanda. Arung Palaka adalah
salah satu pangeran keturunan Raja Bone, dalam sejarahnya Kerajaan Bone dan
Kerajaan Gowa kurang akur. Pernah terjadi peperangan antar kedua belah pihak,
hanya saja kekuatan Kerajaan Bone tidak mampu menandingi Kerajaan Gowa.
Pada peperangan tahun 1660, Arung Palaka mengirim pasukan untuk berkolobasi
dengan pasukan Belanda menyerang Kerajaan Gowa. Dalam peperangan tersebut,
Panglima Kerajaan Bone bernama Tobala ternubuh, adapun Arung Palaka berhasil
kabur dari kejaran pasukan Kerajaan Gowa.
Hubungan Arung Palaka dan kompeni Belanda semakin dekat, walaupun Arung Palaka
sendiri membenci pihak Belanda yang terkenal dengan sifat serakahnya, serta
Arung Palaka mengetahui bahwa Belanda ingin menguasai wilayah timur nusantara
secara militer maupun ekonomi.
Namun karena rasa benci Arung Palaka terhadap Kerajaan Gowa, menyebabkan Arung
Palaka gelap mata sehingga setuju bekerja sama dengan Belanda menginvasi
Kerajaan Gowa. Bahkan pada peperangan di tahun 1666, Belanda mendapatkan
bantuan besar-besaran dari Arung Palaka.
Sultan Hasanuddin Meninggal
Perjuangan panjang Sultan Hasanuddin melawan Belanda akhirnya selesai,
walaupun kekuatan Kerajaan Gowa melemah, tapi hati Sultan Hasanuddin
benar-benar teguh untuk menolak bekerja sama (baca: tunduk) dengan kompeni
Belanda.
Sultan Hasanuddin turun tahta di tahun 1669, kepemimpinan Kerajaan Gowa
diteruskan oleh putranya, I Mappasomba Daeng Nguraga yang bergelar Sultan Amir
Hamzah. Perlawanan terhadap Belanda masih terus dilakukan, akan tetapi
Kerajaan Gowa tidak lagi bisa sekuat sebelumnya, dimana Kerajaan Gowa pada
masa pemerintahan Sultan Hasanuddin memiliki kekuatan ekonomi dan militer
tangguh.
Selain itu banyak panglima dan pejuang yang memilih pergi ke tanah Jawa,
seperti Kraeng Galesong dan pasukannya yang menuju Jawa untuk membantu
Trunojoyo di Jawa Timur. Adapun sebagian besar pasukan bergabung bersama ulama
Syekh Yusuf, untuk berjuang bersama pasukan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten
untuk melawan Belanda.
Hijrahnya pasukan dan panglima Sultan Hasanuddin ke tanah Jawa bertujuan untuk
melanjutkan perjuangan melawan penjajah Belanda yang masih berkecamuk di
wilayah-wilayah lain.
Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1670 dalam usia 39 tahun. Di umur yang
masih muda, Sultan Hasanuddin terpaksa mengakhiri perjuangan panjangnya,
andaikan saja Sultan Hasanuddin masih dalam kondisi sehat, tentu beliau akan
terus berjuang hingga terbunuh di medan perang, berjuang tanpa henti melawan
dominasi Belanda di tanah kelahirannya.
Sultan Hasanuddin dimakamkan di kompleks pemakaman untuk raja-raja Gowa yang
sekarang berlokasi di Kabupaten Gowa. Jasadnya yang mulia dimakamkan di dekat
para pendahulunya, yaitu kakek dan ayahnya.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya yang besar melawan penjajah, Sultan
Hasanuddin resmi mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973, namanya
juga diabadikan menjadi nama bandara, universitas dan jalan-jalan di banyak
kota di Indonesia.
Isi Perjanjian Bungaya
Isi perjanjian tersebut sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa, Sultan
Hasanuddin terpaksa menandatanganinya karena pasukan Kerajaan Gowa sudah dalam
kondisi terdesak. Hanya saja Perjanjian Bungaya tidak berlangsung lama, karena
isinya yang sangat merugikan maka Sultan Hasanuddin kembali mengumumkan
peperangan.
Isi Perjanjian Bungaya, diantaranya raja dan para bangsawan harus membayar
ganti rugi akibat perang kepada Belanda, pembayaran utang diberi tenggat
hingga musim depan. Kerajaan Gowa tidak boleh berdagang dengan bangsa asing
selain Belanda. Dimana pada masa itu Kerajaan Gowa berniaga dengan banyak
bangsa asing seperti India, Tiongkok, Arab dan lainnya.
Karena isinya sangat merugikan rakyat, Sultan Hasanuddin tanpa ragu melanggar
perjanjian Bungaya sehingga pertempuran melawan Belanda kembali terjadi.
Penutup
Ada banyak teladan yang bisa diambil dari kisah kehidupan dan perjuangan
Sultan Hasanuddin, jadi membaca biografi Sultan Hasanuddin bukan sekedar
menambah wawasan. Para generasi muda harus bisa mengambil teladan dari sosok
Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin adalah sosok lelaki sejati yang punya jiwa kepemimpinan,
punya sikap pemberani dan taat Agama, sehingga kehidupan sehari-hari Sultan
Hasanuddin diisi dengan ketaan kepada Allah dan Rosulnya, karena punya
ketaqwaan dan keimanan yang kuat sehingga Sultan Hasanuddin menjadi sosok yang
pemberani dan mau berjuang hingga mengeluarkan seluruh kemampuannya, hingga
akhirnya beliau sakit dan wafat karena kelelahan yang berat melawan Belanda.
Tulisan Terkait: