Laksamana Malahayati lahir tahun 1550 di Aceh Besar dan meninggal tahun 1615 di Aceh Besar. Ayah dan Kakeknya merupakan Laksamana yang berkedudukan tinggi dan punya pengaruh signifikan pada masyarakat Aceh saat itu.
Biografi Laksamana Malahayati
Pada masa
kanak-kanak dan remaja ia mendapatkan pendidikan dari Istana, ditempatkan di
sekolah khusus para bangsawan sebab ia masih berkerabat dengan Sultan Aceh.
Sejak dulu masyarakat Aceh dikenal sebagai masyarakat Islami, lingkungan
seperti ini membentuk Malahayati menjadi sosok yang solehah, ahli ibadah dan
pemberani. Kehidupannya yang patuh terhadap syariat Islam.
Disebutkan bahwa pada usia enam tahun beliau sudah menyibukan diri untuk
belajar Al Qur’an. Pada usia 10 tahun, mendalami ilmu aqidah, fikih,
tafsir Al-Qur’an, akhlak dan bahasa Arab.
Malahayati juga memanfaatkan
waktunya yang berharga untuk belajar bahasa asing. Beliau tumbuh menjadi anak yang cerdas karena dirinya sejak kecil selalu
memanfaatkan waktu untuk mempelajari hal-hal yang penting dan berguna.
Tidaklah mengherankan beliau punya bekal ilmu agama, serta pandai
berbahasa Arab, Inggris, Spanyol, Perancis, dan bahasa lokal seperti Melayu
dan Aceh.
Sejak kecil, ayahnya sering mengajaknya ke pelabuhan melihat kapal dagang
maupun kapal perang Aceh, Malahayati sangat antusias untuk
melihatnya. Bahkan terkadang diajak untuk melihat latihan perang
armada Aceh di tengah lautan.
Pada masa itu sebagian wilayah semenanjung Malaka dikuasai Portugis,
yang memperlakukan tanah jajahannya dengan sangat buruk. Portugis memperbudak warga lokal dengan mempekerjakan mereka tanpa diupah, serta merampas hasil
bumi warga lokal dengan penerapan pajak yang sangat tinggi, yang sangatlah mencekik dan membuat menjerit rakyat Malaka.
Bagi Kesultanan Aceh sendiri, dikuasainya Malaka oleh Portugis merupakan ancaman
serius di depan pintu. Setiap saat bisa saja pihak Portugis melakukan invasi
karena jaraknya yang sangat dekat.
Kekhawatiran tidak hanya dirasakan
Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten juga merasa khawatir dengan eksistensi
militer Portugis.
Perang benar-benar pecah di Malaka pada 1575, Kesultanan Aceh bekerja sama
dengan Kesultanan Banten menghalau Portugis. Angkatan laut Aceh dipimpin Laksamana Mahmud Syah.
Ayahnya sebagai laksamana kala itu meninggal di pertempuran. Malahayati sangat bersedih dengan kepergiaan ayahnya, pergi untuk
selama-lamanya dan tak akan kembali, demikian juga rakyat Aceh bersedih.
Malahayati sering terlihat murung setelah kejadian tersebut. Beliau sering mengadu kepada gurunya yang dikenal bijak -Tengku Ismail
Indrapuri- mengenai rasa gundah-gulana dan situasi berat yang dihadapinya.
Sang guru mendidik Malahayati dengan sangat baik, memberikan nasihat dan
motivasi-motivasi kepadanya. Keberadaan gurunya berpengaruh besar dalam membentuk
kepribadian Malahayati. Memicu beliau untuk
menempuh pendidikan dengan motivasi tinggi di Akademi Militer.
Saat menempuh pendidikan militer, Malahayati berjumpa dengan cinta sejatinya yang adalah kakak kelasnya di pendidikan militer. Usai kelulusan, beliau pun dipinang olehnya dan membangun kehidupan keluarga dengannya.
Hanya saja sesudah menjalani kehidupan keluarga yang bahagia, suaminya wafat di peperangan ketika menghadapi Portugis di Teluk Haru. Hasil pertempuran itu yakni kemenangan buat Aceh,
tapi sedihnya konfrontasi tersebut menelan banyak korban jiwa, diantaranya suami beliau.
Beratnya ditinggal suami yang wafat di pertempuran, tentunya membuatnya bersedih. Tapi kesedihannya tidak membuatnya lemah, justru
setelah itu tekadnya semakin kuat hingga akhirnya menjadi panglima angkatan
laut.
Laksamana Malahayati Pahlawan Nasional dari Aceh
Sejak kecil Malahayati tidak terlalu suka bersolek,
dia hanya memilih dan memfokusnya diri untuk melakukan hal-hal besar. Bahkan
sejak kecil dirinya suka berlatih ketangkasan.
Karena sejak kecil sudah
ditempa, sehingga tidak mengherankan Malahayati bisa menjadi seorang laksamana.
Bakatnya bagaikan mengalir dari ayah dan kakeknya.
Malahayati memilih dunia militer sebagai bidang yang digelutinya seumur hidup, beliau berhasil menjadi lulusan terbaik. Dari sini
saja sudah bisa diketahui bahwa Malahayati kelak akan menjadi pemimpin militer
besar.
Malahayati ditunjuk menjadi komandan istana di masa pemerintahan Sultan
Alauddin Riayat Syah. Salah satu tugasnya yaitu memeriksa tamu
asing yang ingin menghadap Sultan. Lewat izin Malahayati, tamu baru dibolehkan
bertemu Sultan.
Beliau dipilih menjadi komandan istana karena
Sultan menilainya sebagai sosok yang tangguh, amanah dan
sangat terpercaya.
Sultan kemudian memberikan amanah yang lebih tinggi, yaitu menjadikan Malahayati komandan armada Kesultanan Aceh
berpangkat laksamana.
Padahal semasa itu, Aceh tengah berjuang melindungi keamanan Selat Malaka supaya jangan sampai dikuasai Portugis. Awalnya beliau masih menjadi wakil panglima, adapun panglima kala itu adalah Laksamana Mahaja Lela.
Pada 1581, Malahayati
ditugaskan untuk mengkomandoi serbuan ke benteng La Formosa milik Portugis di
Malaka. Jalur laut di sekitar Riau dinilai rawan karena pihak Portugis sering mencegat dan
merampas isi dari kapal dagang.
Beliau memang tidak mencapai target utama yakni membersihkan Malaka dari Portugis, tapi militer Aceh memberikan kehancuran signifikan pada banyak kapal militer angkatan laut Portugis dan
menimpakan kerugian besar pada Portugis.
Sultan Alaudin memandang misi beliau tersebut sukses, karenanya Sultan mengukuhkan beliau sebagai laksamana. Inilah jabatan yang sebelumnya
pernah dibebankan ke ayah dan kakeknya.
Disebutkan bahwa para jenderal dan prajurit begitu kagum dan mengakui kehebatan kepemimpinan Malahayati.
Perjuangan Laksamana Malahayati
Malahayati konon katanya merupakan laksamana laut perempuan pertama di dunia,
sosoknya yang tegas, pemberani dan ahli dalam dunia kemiliteran, berperan
besar saat konfrontasi berkali-kali menghadapi armada Belanda dan Portugis pada
abad ke-16 M.
Malahayati mengkomando ribuan prajurit bertempur menghadapi Belanda, bahkan melakukan peperangan melawan pasukan Cornelis
de Houtman, dimana pada peperangan tersebut Cornelis de
Houtman terbunuh.
Karena aksi heroik dan keberaniannya melawan militer eropa, kiprah Malahayati sebagai Laksamana menyebar ke seantero dunia.
Dimulai dari kapal besar berbendera Belanda yang merapat ke Pelabuhan Aceh
pada pertengahan Juni 1599. Terdapat dua kapal besar yang dikomando Frederick dan Cornelis (de Houtman).
Sebenarnya de Houtman bersaudara sudah mengunjungi banyak tempat di nusantara,
yaitu tempat-tempat yang dianggap menghasilkan banyak rempah-rempah, akan
tetapi upaya mencari tempat pemasok rempah-rempah selalu berakhir dengan
kegagalan dan pertikaian dengan warga lokal.
Setiap mengunjungi suatu tempat selalu berakhir dengan
pertikaian dengan warga lokal, hal tersebut kemungkinan karena tabiat Belanda yang kurang bersahabat.
Masalah seperti itu kemungkinan juga terjadi di Aceh, tapi kali ini
benar-benar menyebabkan terjadinya peperangan, sepertinya memang Belanda selalu memperlihatkan tabiat buruk dan egoisme di setiap tempat yang
dikunjunginya.
Pada dasarnya hubungan para pendatang Eropa dengan Kesultanan Aceh berjalan
cukup baik, benih-benih permusuhan muncul akibat tingkah orang-orang Belanda,
peperangan pun terjadi.
Salah satu pemicunya, disebutkan bahwa pihak Belanda melarang orang Aceh berlayar ke Johor. Bahkan menembaki orang-orang Aceh,
yang diantaranya terdapat para pembesar Aceh.
Keangkuhan dan tindakan sembrono Belanda tentunya membuat Sultan Alauddin
murka, maka memerintahkan Malahayati untuk menyerang Belanda.
Adapun Belanda sudah menyadari hal ini dan mempersiapkan
segalanya untuk menghadapi serangan yang bakal datang.
Malahayati dan pasukannya berhadapan dengan kapal militer Belanda, beliau melakukan sebuah
perjuangan yang ceritanya terekam dan terabadikan dari generasi ke generasi, di perjalanan kisah nusantara.
Terjadilah bentrokan di
tengah laut, militer Belanda benar-benar kewalahan menandingi ketangguhan prajurit Aceh. Cornelis de Houtman terbunuh di peperangan, dan wakil komandan (Frederick de Houtman) ditangkap.
Frederick hanya dipenjara dan dia sangat beruntung karena diperbolehkan
pulang ke Belanda. Adapun Cornelis benar-benar harus menemui takdirnya
(kematian).
Malahayati juga memerintahkan pasukannya untuk menyerang Kantor Dagang
Belanda. Sehingga pertempuran benar-benar tak terelakkan, terjadi di darat
maupun laut.
Setelah peperangan ini, sosok Malahayati melegenda di seantero jagat dan Bangsa Eropa mengakui keistimewaan dan keunggulan beliau.
Malahayati tak hanya memimpin prajurit yang berisi pria, tapi dirinya
sangat aktif untuk menggalang kekuatan dari para wanita. Salah satunya yang
terkenal yaitu merekrut mereka yang suaminya meninggal di peperangan.
Pada markas perang yang di perbukitan, Malahayati memerintahkan untuk mendirikan benteng-benteng
sebagai pertahanan dan juga menara pengawas.
Selain berfungsi sebagai pertahanan, benteng mempunyai fasilitas seperti
asrama yang menampung para janda yang suaminya wafat di peperangan. Di
dalam benteng juga terdapat fasilitas pelatihan perang serta gudang
penyimpanan senjata, dan logistik keperluan untuk pertempuran.
Malahayati punya peran vital di dalam Kesultanan Aceh, selain
mengelola pasukan kesultanan, perannya juga mengawasi dan menjaga keamanan
semua pelabuhan maupun bandar dagang.
Keganasan dan keberanian pasukan Malahayati terkenal seantero jagat,
kapal-kapal perangnya ditaruh banyak canon. Untuk memberikan support efektif,
armadanya mempunyai menara pengawas yang ditempatkan di area strategis.
Dengan strategi yang matang, armada laut begitu tangguh
dan menghancurkan musuh-musuh dari Eropa.
Malahayati juga dikenal sebagai diplomat yang hebat. Dia berunding dengan utusan Belanda yang berencana memperbaiki hubungan, dan
memaksa Belanda supaya mau bertanggung-jawab atas kerugian biaya perang di masa lalu.
Ratu Elizabeth I di Inggris mendengar kedahsyatan dan aksi heroik Malahayati, sehingga
pihak Inggris enggak berani macam-macam dengan Aceh. Inggris menetapkan opsi jalur damai dan menghormati kedaulatan Aceh.
Inggris membuka pembicaraan diplomatik dengan Kesultanan Aceh
agar diizinkan untuk membuka jalur perdagangan. Malahayati turun tangan untuk berdiplomasi
dengan pihak Inggris, diplomasi berlangsung selama beberapa waktu hingga
akhirnya Inggris setuju untuk membantu Aceh dalam memerangi
Portugis.
Selama hidupnya, Malahayati dapat membunuh pemimpin penjelajah
Belanda sehingga Kesultanan Aceh menjadi disegani oleh bangsa Eropa, dan mampu menghalau Portugis dan Inggris yang berniat menginvasi Aceh. Bahkan Malahayati sukses meyakinkan pihak Inggris untuk bersekutu melawan
Portugis.
Sesudah sukses memblokir serangan Belanda, Malahayati harus melawan ancaman lain yakni kekuatan besar yang dikomando Paulus van Caerden, yang ingin menjebol pertahanan laut Aceh pada
1600, disebutkan bahwa armada tersebut juga menyerang kapal dagang.
Malahayati bergerak cepat dengan menjalankan operasi militer untuk memberangus armada Jacob van Neck, berlangsung peperangan sengit hingga akhirnya
pemimpin armada Belanda tersebut menyerah.
Sultan Aceh menyertakan Malahayati pada urusan-urusan diplomatik
dan kebijakan negara. Peran beliau dalam hubungan diplomatik Kesultanan Aceh sangatlah
penting, Sultan selalu meminta pendapat Malahayati sebelum mengambil keputusan
mengenai hubungan dengan negara lain.
Kejadian yang menimpa Cornelis de Houtman benar-benar menggemparkan negeri
Belanda, Raja Belanda langsung mengadakan sidang darurat guna membahas hal
itu, terjadi perselisihan pendapat dalam pertemuan itu. Sebagian
pihak menginginkan agar Belanda mengirim armada besar untuk menggempur Aceh.
Tapi usulan itu enggak disetujui oleh banyak pihak, karena beralasan jika Belanda
menyatakan deklarasi perang pada Aceh dan mengirimkan armada
besar, pastinya akan membutuhkan biaya tinggi.
Selain itu Kesultanan Aceh tak akan ragu-ragu untuk menutup jalur lautnya dengan melarang keras dan memblokir konvoi dagang Belanda yang mau lewat, dampaknya Belanda tidak bisa
berdagang dengan berbagai kerajaan di Nusantara. Bila itu terjadi, Kerajaan
Belanda akan menanggung kerugian besar.
Hasil sidang memutuskan bahwa satu-satunya pilihan terbaik adalah berdamai. Maka Raja Belanda mengirimkan utusan ke Aceh beserta dengan pernyataan minta maaf.
Pada pertemuan dengan utusan Belanda, Malahayati berhasil memaksa Belanda supaya setuju mengganti biaya perang. Utusan juga membawa
hadiah-hadiah sebagai tanda persahabatan dan pengakuan terhadap kedaulatan
Kesultanan Aceh.
Utusan Belanda terdiri dari empat kapal, setelah mendekati perairan Aceh
segera armada Kesultanan Aceh menggiringnya ke daratan. Protokoler keamanan
dilakukan dengan sangat hati-hati dan ketat karena Kesultanan Aceh tidak ingin
kejadian buruk terulang lagi.
Laksamana Lauren Bicker dan anggotanya dari
pihak Belanda turun ke darat dengan pengawalan lalu berjalan menuju tempat
Laksamana Malahayati. Setelah masuk ke ruang pertemuan, tamu asing tersebut
diterima dengan baik.
Mengenai hasil pertemuan, Malahayati memberikan masukan kepada Sultan Aceh
agar menerima ajakan damai dari Kerajaan Belanda, membebaskan tawanan perang
Belanda sehingga bisa pulang ke negerinya bersama Laksamana Lauren Bicker, dan
pihak Belanda diperbolehkan kembali berdagang di Aceh.
Dengan begitu, Belanda menjalin hubungan diplomatik dan menghormati kedaulatan Aceh. Reputasi Malahayati juga membuat Kerajaan
Inggris ciut, ketimbang mengadakan konfrontasi militer maka Inggris memilih cara damai. Yang artinya Inggris mengakui kedaulatan dan
eksistensi Kesultanan Aceh.
Di samping itu, Kesultanan Aceh juga menjalin hubungan diplomatik dengan
banyak negara seperti Kerajaan Cina, India, Turki Ustmani, Burma, Siam dan
Jepang.
Malahayati berjuang melindungi keamanan laut Aceh sampai ujung hayatnya. Beliau mengkomando militer melawan Portugis. Malahayati wafat saat peperangan itu, beliau wafat di peperangan lawan angkatan laut Portugis di bawah komando Alfonso de Castro.
Malahayati wafat dengan meninggalkan kisah teladan berupa perjuangan dan usaha keras yang tiada hentinya. Semua orang menjadi tahu, selain memiliki Cut Nyak Dien, Aceh juga memiliki sosok wanita lainnya yang tak kalah hebat yaitu Laksamana Malahayati.
Penutup
Mengingat sosok Malahayati membuat mata jadi berkaca-kaca dan hati
bergetar. Jika membandingkan semangat juang Laksamana Malahayati dengan
pemuda-pemudi di zaman sekarang, menjadi sedih rasanya.
Bagaimana tidak, kita
lihat sendiri pemuda-pemudi di zaman sekarang begitu rapuh, lemah, tidak
memiliki semangat juang dan begitu mudah terprovokasi.
Laksamana Malahayati punya keyakinan kuat kepada Allah bahwa Dia-lah yang
menjaga hamba-hambanya yang bertaqwa dan beramal baik. Sejak masih
kecil, di dalam hatinya sudah tertanam semangat juang tinggi, keimanan dan
kebaikan.
Adapun pemuda-pemudi di zaman sekarang telah pudar semangatnya, tidak lagi kuat beribadah walaupun sekedar sholat 5 menit, sehingga
terombang-ambing dalam kebingungan dan hidup tanpa punya prinsip.
Alhasil di
abad ke-21 ini, Bumi Indonesia hanya melahirkan generasi yang rapuh, yang
tidak bisa dibanggakan. Populasi Indonesia sekitar 280 juta jiwa, akan tetapi tidak ada karya yang bisa dibanggakan, kalaupun ada itu terlalu sedikit.
Itu karena
rapuhnya dan rendahnya semangat juang, serta jauhnya hati terhadap penyembahan
kepada Allah yang masa esa.
Pertolongan Allah akan datang jika rakyat Indonesia beriman dan beramal
sholeh, apalagi Indonesia kaya akan sumber daya alam.
Indonesia dalam sejarahnya memiliki tokoh-tokoh besar yang begitu disegani
dunia, apalagi jika ditambah tokoh-tokoh Islam sejak 1400 tahun yang lalu.
Hanya saja para penerusnya di masa sekarang benar-benar lupa atau tidak
peduli, sehingga kehilangan arah tujuan hidup, yang mungkin isi pikirannya
hanya makan, tidur dan bermain-main.
Dampaknya bangsa Indonesia yang besar tidak disegani dunia internasional. Kita
tidak bisa diam akan hal ini, kita adalah bangsa besar dan bukan bangsa budak,
sejak dulu kita sudah menjadi bangsa yang berdaulat dan diakui eksistensinya.
Rakyat Indonesia harus bekerja sama untuk saling membangun dan tolong menolong
sehingga negara Indonesia menjadi solid, maka harkat dan martabat bangsa tidak
akan diinjak dan dihina bangsa lain. Rakyat Indonesia harus mencontoh kuatnya
dan semangatnya tokoh-tokoh besar dan mulia di masa lalu.
TOPIK TERKAIT
- Biografi Sultan Baabullah (1528-1583), Pahlawan Nasional dari Ternate
- Sejarah Sultan Iskandar Muda (1593-1636) Cerita Perjuangan
- Sejarah Sultan Hasanuddin (1631-1670) dari Kerajaan Gowa, Sulawesi
- Sejarah Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1695), Kesultanan Banten
- Sejarah Pangeran Diponegoro (1785-1855), Perang Jawa Melawan Belanda
- Biografi Cut Nyak Dien (1848-1908) Cerita Sejarah Perjuangan Lawan Belanda
Baca Juga: